Nasib kesenian-kesenian tradisional di sejumlah daerah bagai kerakap
tumbuh di batu, hidup segan mati tak mau. Ada kesenian tradisional yang
sudah sangat jarang dipentaskan dan terancam punah. Upaya revitalisasi
kesenian tradisional itu pun terkendana pendanaan. Namun, bagi daerah
yang peduli, kesenian tradisional tetap hidup dan berkembang sejalan
dengan kemajuan zaman.
Demikian benang merah yang mengemuka dalam perbincangan Kompas dengan
Kepala Taman Budaya Provinsi Sumbar Asnam Rasyid, Seni man Tradisional
dan Komite Tradisional Dewan Kesenian Lampung Syafril Yamin (atau lebih
dikenal dengan nama Lil Cetik), yang dihubungi terpisah di Padang dan
Bandarlampung, Jumat (24/4). Sebelumnya , Ketua Forum Taman Budaya
se-Indonesia Hj Ikke Dewi Sartika, juga memberikan pernyataan di Padang.
Asnam Rasyid mengakui, di Sumatera Barat banyak kesenian tradisional
yang terancam punah, karena tidak ada regenerasi, jarang dipertunjukkan,
dan juga karena pelaku-pelakunya sebagian sudah uzur dan meninggal.
Kondisi ini mencemaskan. Taman Budaya sebagai unit pelaksana teknis dari
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, tidak mempunyai anggaran untuk
penelitian, pembinaan, dan revitalisasi . Dulu, hal itu memang menjadi
tanggung jawab Taman Budaya, tapi sekarang tidak, tandasnya.
Ia menyebutkan, kesenian tradisional di Sumbar yang terancam punah
itu antara lain Talempong Ungan, Gandai, dan Tupai Janjang. Jika dulu
Taman Budaya dikondisikan sebagai laboratorium, pendokumentasian, dan
etalase untuk menjaga ketahanan budaya, maka di masa pemerintahan
sekarang, Taman Budaya hanya sebagai etalase budaya, jelas Asnam Rasyid.
Ikke Dewi Sartika juga mengungkapkan hal senada. Di daerah Jawa Barat
saja, sedikitnya terdapat 43 kesenian tradisional yang hamper punah.
Dari jumlah itu, b aru dua jenis kesenian yang bisa direvitalisasi,
yaitu Gendang Gugun dan Angklung Badun. Karena banyak kesenian
tradisional di daerah terancam punah, pemerintah harus mendukung
revitalisasi kesenian tradisional, u jarnya, pada Rakor Kepala Taman
Budaya se- Indonesia, di Padang, beberapa waktu lalu.
Menurut Ikke, terancam punahnya kesenian tradisional disebabkan
pengaruh globalisasi. Padahal, selain ancaman, globalisasi sebenarnya
bisa menjadi tantangan untuk mempertahankan dan mengembangkan kesenian
yang ada. Buktinya, kesenian Jaipong bisa mengglobal.
Sementara itu, di Lampung, karena gubernur (ketika itu Sjachruddin
ZP) peduli dengan kesenian daerah Lampung, kemajuan yang dicapai
kesenian tradisional sangat berarti. Maju-mundurnya kesenian tradisional
di daerah, tergantung kebijakan pemerintah, baik gubernur maupun wali
kota/bupati. Semasa Sjachruddin ZP jadi gubernur, karena ia orang
pribumi Lampung , perhatiannya bagus, sehingga kesenian daerah
berkembang baik. Seperti Sastra Tutur, Musik Gamolan Pekhing, dan
Warahan, berkembang dengan baik, kata Syafril Yamin.
Namun, ke depan mungkin saja nasibnya tak jelas. Karena dengan
gubernur yang sekarang, anggaran untuk Dewan Kesenian Lampung sebesar
Rp300 juta, masih belum cair, padahal sudah masuk triwulan kedua. Jika
dana tak segera cair, mungkin saja terjadi kemunduran lagi, tambahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar